MENUNTUN BUKAN MENUNTUT (TINGKAH ANAK DALAM DUNIA TANTRUMNYA)

Oleh : Andi Purwoko, S.H.I. (Ustad Koko)

Tidak pernah terpikir dalam diri saya untuk mengulang menulis tentang anak. Namun, hal itu seakan menjadi aktivitas candu ketika saya jalani. Mengingat kembali tentang dunia anak telah memukul mundur saya pada beberapa dekade yang lalu, yaitu ketika saya mengalami fase-fase menjadi seorang anak. 

Membayangkannya saja, saya dibuat seperti berlari di lapangan nostalgia yang mengharukan, merasakan banyak sekali kejutan dan terkadang mendapati “anak dalam diri saya” muncul ke permukaan, terutama ketika menulis essay ini. 

Tidak bisa dipungkiri, jika kita pasti pernah mengalami apa yang disebut dengan gejolak emosi atau ledakan emosi atau tingkah berlebihan yang meluap-luap ketika masih anak-anak. Dan disadari atau tidak, memang itulah kodrat dan sifat yang dibawa anak-anak pada usia dua sampai lima tahun atau mungkin lebih.

Dalam keseharian, kita seakan selalu dihadapkan pada dunia anak. Apalagi di antara kita masih ada yang berprofesi sebagai orang tua muda, pengasuh atau bahkan pendidik (terutama PG, TK dan SD), yang mana sudah pasti kita akan dapati apa peristiwa emosi anak yang meledak-ledak secara mendadak, atau mungkin bahasa kontemporernya kita ketahui sebagai tantrum anak.

Mengulik lebih jauh tentang tantrum, di sini saya akan mencoba mengutip pendapat dari seorang ahli spesialis dan konsultan tumbuh kembang anak dan Pediatri Sosial, yaitu dr. Catharine Mayung Sambo Sp. A(K), beliau mengutarakan bahwa tantrum pada anak, bisa kita kenali dalam kesehariannya, seperti anak yang tiba-tiba menangis, menjerit-jerit, berteriak-teriak, mogok bergerak, kaku, lemas, memukul, menendang, berguling-guling, melempar benda-benda, menahan napas, mendorong, ataupun menggigit benda-benda yang ada di depan mata.

Dari beberapa ciri-ciri tantrum anak di atas, biasanya disebabkan oleh kondisi fisiologisnya, seperti merasa lapar, haus, gerah, capek, mengantuk dan sakit. Namun tak jarang juga dipengaruhi oleh faktor psikisnya, seperti merasa kecewa atas ambisi yang tak tercapai.

Dalam kondisi tertentu, ada beberapa hal juga yang bisa sangat mentriger seorang anak untuk memancing tingkah tantrumnya, yaitu rasa frustrasi. Ini adalah konflik batinnya (internal anak), yaitu antara keinginan dan kenyataan yang diterima berbeda, contohnya eksplorasinya terlalu banyak dibatasi dan dilarang oleh orang dewasa, karena mungkin ada alasan keamanan atau lainnya, yang tanpa ada penjelasan dan pendekatan tertentu yang dapat dipahami oleh anak.

Tantrum pada umumnya terjadi disebabkan oleh terbatasnya kemampuan sang anak dalam mengelola dan mengekspresikan bahasa dan perasaannya, sehingga dia hanya bisa meluapkan emosinya dengan cara meronta, berteriak, menangis, menjerit, menyakiti diri sendiri dan sekitar atau mungkin dengan cara yang dianggap oleh sebagian orang adalah perilaku tak lazim.

Berikut adalah sumber yang berhasil saya kutip, setidaknya bisa menambahkan data tentang tantrum, adalah pada penelitian 2007 yang dipublikasikan di The Journal of Pediatrics, yang mengungkapkan, bahwa 70 persen anak berusia 18-24 bulan mengalami tantrum. Namun, tingkah tantrum terkadang tidak serta merta hilang pada usia 2 tahun, bahkan dari beberapa peneliti juga  menemukan, jika perilaku tantrum pada taraf tingkat lebih tinggi terjadi ketika rentang usia 3-5 tahun. Artinya, sekitar 75 persen anak prasekolah sampai usia sekolah dasar, masih mengalami tantrum.

Adapun beberapa jenis tantrum pada anak yang bisa kita kenali di antaranya:

1.Tantrum Manipulatif

Ialah tantrum yang dibuat-buat oleh seorang anak untuk membuat orang lain memenuhi keinginannya. Dan perlu diingat, jika tantrum manipulatif tidak terjadi pada semua anak. Kebanyakan tantrum manipulatif muncul akibat adanya penolakan.

Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk menangani anak dalam kondisi ini, yaitu mencoba menenangkan anak dan bisa membawanya ke tempat yang lebih tenang, pantau, awasi. Jika anak sudah lebih terkondisi, usahakan untuk memberi penjelasan tentang perilaku yang boleh dilakukan atau tidak, tentunya dengan bahasa yang bisa dipahami oleh daya serapnya. 

2.Tantrum Frustasi

Umumnya tantrum ini terjadi disebabkan karena anak belum bisa mengekspresikan dirinya dengan baik. Tantrum ini biasa dialami oleh anak dengan rentan usia 18 bulan, karena pada usia ini dia masih merasa kesulitan mengutarakan dan mengekspresikan apa yang dirasakan pada orang lain. Dan tantrum ini terjadi biasanya ketika anak merasa kelelahan, gerah, kelaparan, atau gagal melakukan sesuatu.

Beberapa hal yang mungkin bisa kita lakukan ialah, mengajari anak untuk meminta pertolongan kepada orang tua atau orang lain yang anak kenal. Tidak ada salahnya sesekali memberikan pujian kepadanya jika dia berhasil melakukan sesuatu tanpa tantrum dan ketika anak meminta pertolongan, berikan dengan lembut dan kasih sayang.

Tantrum pada anak semampunya tidak boleh dibiarkan terus-menerus, karena bisa menjadi kebiasaan yang buruk dan memengaruhi perkembangannya di kemudian hari. Dan kita bisa mencoba menguranginya dengan melakukan cara berikut:

  1. Mengalihkan perhatian anak, jika dia sedang melakukan hal yang merugikan, seperti memindahkannya ke tempat lain, atau dengan menawarkan pilihan mainan lain yang lebih aman, bernyanyi, mendongeng, atau menunjukkan hal lain yang menarik dan aman.
  2. Memberikan pilihan perbuatan untuknya, agar anak memiliki rasa mampu mengendalikan situasi tantrumnya ketika dia mengalaminya suatu ketika.
  3. Tidak memberikan toleransi tantrumnya ketika itu merugikan dan menyakiti diri dan sekitar, seperti memukul, menendang, melempar, atau menggigit diri sendiri atau orang lain.
  4. Membuat kesepakatan bersama dalam hubungan, apa yang sekiranya perlu dilakukan ketika anak menunjukkan perilaku tantrum yang merugikan dan menyakiti.
  5. Memastikan lingkungan sekitar anak aman, atau apabila tantrum terjadi di tempat umum atau bahkan di jalan, lebih baik dia segera digendong atau digandeng, sambil diingatkan tentang bahaya yang mungkin terjadi.
  6. Memberikan perhatian yang cukup dan menghargai dia, ketika sedang berperilaku baik.
  7. Memberi pemahaman dan pengertian pada diri sendiri, jika pola perilaku setiap anak berbeda dengan anak lainnya, sehingga anak yang lebih sering tantrum tidak dilebeli dengan anak nakal.
  8. Berusaha tenang, saat anak tantrum, agar lebih mudah menanganinya.
  9. Mencari penyebab tantrum anak. Barangkali anak tantrum karena ia lapar, haus, capek, gerah atau mungkin mengantuk, tapi dia tidak bisa mengungkapkannya.
  10. Tidak melakukan kekerasa pada dia, misalnya memukul atau menyakiti fisiknya. Dan sebagai gantinya, kita bisa menggunakan pelukan, jabat tangan, gandeng tangan dan sentuhan lain yang bisa membuat dia lebih tenang.

Mungkin tantrum adalah hal yang lazim, namun tantrum juga akan bertampak kurang baik untuk perkembangan anak, seperti menjadi mediumnya dalam melakukan apapun yang dia inginkan. Misalnya, saat anak mengamuk untuk mendapatkan sesuatu dan kita segera menuruti keinginannya, ia akan mengulangi cara tersebut di kemudian hari. Dan hal itu akan dia jadikan acuan dalam menggapai permintaannya.

Setidaknya begitulah gambaran singkat tingkah tantrum anak yang bisa saya bahas dalam essay ini. Saya memilih topik ini, karena saya merasa sangat dekat sekali dengan peristiwa itu di lingkungan saya sebagai pendidik.

Saya pribadi merasa terpanggil untuk mengetahui lebih lagi mengenai macam-macam karakter anak, terutama masa mereka saat mengalami tantrumnya. Mungkin dengan tidak menuntut dia untuk sewajar anak lainnya, atau membuatnya sepadan dengan lainnya, kita sudah turut andil untuk membuat dia lebih nyaman dan merasa didengar, diterima dalam lingkungannya. 

Dengan menuntun anak pada perilaku yang sewajarnya melalui penjelasan perlahan, mungkin sebagai alternatif agar anak semakin cepat melewati masa tantrumnya. Dalam pembelajaran saya pribadi mengenai tantrum anak, mungkin saya tidak bisa menuntut mereka menjadi seperti yang saya inginkan, tapi saya bisa usaha lebih lagi dalam menuntunnya membantu mencari apa yang dia mau dan tentang siapa dirinya.

Semoga bukan sebagai khotbah essay ini saya tulis, melainkan pembelajaran terutama bagi diri saya sendiri agar lebih aware legi tentang dunia anak atau setidaknya dengan kondisi alam sekitar saya.

Sumber telaah yang saya gunakan sebagai referensi adalah:
The Journal of Pediatrics. Diakses pada 2022.Temper Tantrums in Healthy Versus Depressed and Disruptive Preschoolers: Defining Tantrum Behaviors Associated with Clinical Problems.
Kids Health. Diakses pada 2022. Temper Tantrums

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.