PENERAPAN DISIPLIN POSITIF PADA ANAK ATAU SISWA

Oleh : Siti Marfuah, S.P.d. (Ustadzah Siti)

Disiplin positif merupakan suatu cara penerapan disiplin tanpa kekerasan dan ancaman yang dalam praktiknya melibatkan komunikasi tentang perilaku yang efektif antara orang tua dan anak atau pendidik dan siswanya. Dalam penerapan disiplin positif ini, anak atau siswa diajarkan untuk memahami konsekuensi dari perilaku mereka. Selain itu, disiplin positif juga mengajarkan anak atau siswa tentang tanggung jawab serta rasa hormat dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Jadi, disiplin positif merupakan salah satu cara penerapan disiplin yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran serta memberdayakan anak atau siswa untuk melakukan sesuatu tanpa sogokan, ancaman, maupun hukuman.

Disiplin positif dikembangkan oleh Dr. Jane Nelsen. Beliau adalah seorang konselor pernikahan, keluarga, dan anak berlisensi di San Diego (California), lulusan dari pendidikan psikologi Universitas of San Francisco tahun 1979. Dalam bukunya yang berjudul “Positive Discipline” (1997) disebutkan ada lima prinsip dari disiplin positif yaitu: tegas dan penuh kasih sayang pada saat bersamaan, membantu anak menumbuhkan rasa memiliki dan signifikansi, efektif untuk jangka panjang, mengajarkan keterampilan sosial dan kehidupan yang berharga untuk karakter yang baik, dan mengajak anak menemukan seberapa mampu mereka untuk menggunakan kekuatan pribadi dengan cara yang konstruktif.

Disiplin positif ini dimungkinkan merupakan cara yang efektif untuk mengajari anak dari usia prasekolah hingga remaja berbagai pelajaran hidup yang berharga. Berikut beberapa penerapan disiplin positif pada anak atau siswa yang merupakan intisari dari sumber-sumber informasi terkait:

  • Membangun hubungan yang positif untuk memecahkan masalah bersama

Disiplin positif menggunakan pendekatan otoritatif, di mana perasaan anak atau siswa sangat dipertimbangkan. Anak-anak atau para siswa didorong untuk mengungkapkan berbagi perasaan mereka serta mendiskusikan kesalahan, ide, dan masalahnya secara terbuka. Orang tua atau pendidik didorong untuk sering melakukan diskusi sebagai cara memecahkan masalah yang muncul. Di sini orang tua atau pendidik mungkin akan melihat anak atau siswa yang belajar menciptakan solusi. Orang tua juga dapat memberikan pedoman, nasihat, contoh, dan harapannya dalam proses diskusi dengan anak atau siswa. Ketika orangtua dan anak atau pendidik dan siswa mampu saling bertukar pendapat dalam prosesnya akan tercipta hubungan yang positif sehingga anak atau siswa akan lebih termotivasi untuk melakukan yang lebih baik.

  • Lebih fokus untuk memberikan dorongan atau dukungan daripada hanya memberikan pujian

Disiplin positif berfokus pada pemberian dorongan atau dukungan daripada pujian.  Memberikan pujian untuk pekerjaan yang dilakukan dengan baik sangatlah disarankan untuk dilakukan, namun lebih dari itu fokuslah pada upaya anak atau siswa, bahkan jika hasilnya tidak berhasil pun.

Berikut perlu diketahui perbedaan pujian dan dorongan atau dukungan. Pujian fokus pada pelaku, sementara dorongan atau dukungan fokus pada perilaku. Pujian hanya mengakui hasil yang sempurna, sedangkan dorongan atau dukungan mengakui usaha. Pujian mengajarkan anak atau siswa untuk tergantung pada penilaian orang lain dan berubah demi orang lain, sementara dorongan atau dukungan mengajarkan anak atau siswa mengevaluasi diri sendiri dan berubah demi kebaikan diri sendiri. Tujuan dari pujian adalah tentang persetujuan orang lain bahwa si anak atau siswa sudah melakukan hal yang benar. Sementara, dorongan atau dukungan bertujuan untuk menanamkan pemahaman tentang apa yang ia pikirkan, pelajari, rasakan.

  • Mengalihkan perhatian dan mengabaikan tindakan anak atau siswa

Lebih baik mengalihkan perhatian atau memberitahukan apa yang bisa anak atau siswa lakukan dari pada melarang melakukan apa yang tidak boleh dilakukan apalagi jika apa yang dilakukan tersebut adalah hal yang tidak baik. Mengabaikan tindakan anak atau siswa untuk sementara waktu juga bisa dilakukan untuk mendukung anak melakukan hal yang sebaiknya dilakukan. Jika anak gagal mendapatkan reaksi dari pendidik atau orang tuanya, baik yang berupa reaksi positif atau pun negatif dari apa yang sedang dilakukannya, biasanya mereka cenderung tidak akan mengulangi tindakan tersebut.

  • Memberikan time-out, mengurangi bentuk hukuman apapun

Hukuman bukanlah strategi disiplin yang membantu kita mencapai tujuan. Hal yang melekat dalam benak anak atau siswa ketika mendapatkan hukuman adalah rasa tidak nyaman dalam menjalani hukuman. Dampaknya, anak atau siswa bisa menjadi pemberontak, berbohong untuk menghindari kesalahan, lebih sering menyendiri dan enggan berkomunikasi, tumbuh dengan ketakutan dan rasa bersalah, serta tumbuh dengan meneruskan lingkaran kekerasan, dan hukuman ketika dewasa.

Memberikan waktu introspeksi diri atau time out dalam disiplin positif tidak lagi dianggap sebagai hukuman. Time out diberikan sebagai waktu istirahat yang positif dan harus dilakukan di tempat yang menyenangkan dan nyaman. Akan lebih baik lagi jika time out dilakukan sendirian dan tanpa melakukan aktivitas apa pun. Time-out mengajarkan anak beristirahat untuk menenangkan diri. Ketika anak sudah tenang, lakukan diskusi atas pilihan-pilihan yang lebih baik dan selanjutnya dorong anak atau siswa untuk minta maaf atas perilaku yang disadarinya salah.

Sumber Informasi:

https://www.popmama.com/big-kid/6-9-years-old/jemima/cara-menerapkan-disiplin-yang-positif

https://id.theasianparent.com/disiplin-positif

https://www.popmama.com/big-kid/6-9-years-old/clara/disiplin-positif-mendisiplinkan-anak-tanpa-ancaman

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.