POLA ASUH ORANG TUA

Oleh : Lusi Widiawati, S.Pd.I (Ustadzah Lusi)

Secara etimologi, pengasuhan berasal dari kata “asuh” yang artinya pemimpin, pengelola, pembimbing, sehingga “pengasuh” adalah orang yang melaksanakan tugas membimbing, memimpin, atau mengelola. (Maimunah Hasan, 2209 : 21)

Pola asuh adalah merupakan suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak-anaknya sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak-anaknya. (Mansur, 2005 : 350)  Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA dia berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda :

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ. فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ

“Semua anak-anak dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan mereka Yahudi, Nasrani dan Majusi.” (HR. Al Baihaqi)

Dalam pandangan para ulama’, hadist tersebut menunjukkan betapa besarnya tanggung jawab keluarga terutama orang tua terhadap pendidikan, kesucian, dan fitrah anak-anaknya , sehingga mereka terpelihara dari perbutan dan perilaku yang tidak baik.

Orang tua adalah orang terdekat dan merupakan pendidikan pertama dan utama bagi seorang anak. (Fatchurrahman, 2012 : 66)

Islam juga memandang keluarga terutama kedua orang tua adalah sebagai lingkungan pertama bagi individu dimana ia berinteraksi atau memperoleh unsur-unsur dan ciri-ciri dasar dari kepribadian. Maka kewajiban orang tualah yang bisa menciptakan pola asuh yang tepat dalam mendidik anak-anaknya di lingkungan keluarga baik dalam sudut tinjauan agama, tinjauan sosial masyarakat, maupun tinjauan individu, sehingga menjadi manusia yang unggul dan berkualitas.

  • Macam-macam Pola Asuh Orang Tua

Untuk mewujudkan hal itu pola asuh yang dilakukan orang tua menurut Hurlack yang dikutip oleh Chabib Thoha ada tiga macam yaitu :

  1. Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang ditandai dengan cara mengasuh anak-anaknya dengan aturan-aturan ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi. (Mansur, 2005 : 354) 

Pola asuh yang bersifat otoriter ini juga ditandai dengan hukuman-hukumannya yang dilakukan dengan keras, mayoritas hukuman tersebut sifatnya hukuman badan dan anak juga diatur yang membatasi perilakunya. Perbedaan seperti itu sangat ketat dan bahkan masih tetap diberlakukan sampai anak tersebut menginjak dewasa.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan orang tua yang mendidik anaknya dengan pendidikan otoriter akan memberikan pengaruh negatif. Sebab ketika sudah beranjak dewasa, dia akan berwatak keras dan akan melakukan hal yang sama seperi yang dihadapinya ketika masa kecil. Anak menjadi nakal, suka berkelahi atau melakukan tindakan yang tidak semestinya.

  • Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang ditandai dengan pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak-anaknya, dan kemudian anak diberi kesempatan untuk selalu tidak tergantung kepada orang tua. (Mansur, 2005 : 35) 

Dalam pola asuh seperti ini orang tua memberi sedikit kebebasan pada anak untuk memilih apa yang dikehendaki dan apa yang diinginkan yang terbaik bagi dirinya. Anak diberi kesempatan mengembangkan kontrol internalnya sehingga sedikit berlatih untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Anak dilibatkan dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam mengatur hidupnya. Sebagai mana sabda Rasululah swt. dalam haditsnya :

اتَّقُوا اللَّهَ وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ

“Bertaqwalah kepada Allah dan berbuat adillah terhadap anak-anak kalian.”

Dari uraian di atas, orang tua yang mendidik anaknya dengan pendidikan pola asuh demokratis anak akan menpunyai kemandirian, rasa tanggung jawab serta akan memuncukan hal-hal baru terutama dalam hal kreativitas anak.

  • Pola Asuh Laisses Fire (Permisif)

Pola asuh ini adalah pola asuh dengan cara orang tua mendidik anak secara bebas, anak dianggap orang dewasa atau muda, ia diberi kelonggaran seluas-luasnya apa yang dikehendaki. Kontrol orang tua sangat lemah, juga tidak memberikan bimbingan pada anaknya. Semua apa yang dilakukan oleh anak adalah benar dan tidak perlu mendapat teguran, arahan, atau bimbingan.(Mansur, 2005 : 35)

Metode pendidikan anak dengan cara ini terlalu memanjakan dan bersikap toleran yang berlebihan pengaruhnya juga tidak kecil dibandingkan dengan sikap keras dan kasar kepada anak. Anak tidak akan sanggup mengemban tanggung jawab, dia tidak biasa menemukan hal-hal yang sulit agar terbiasa belajar dan mempunyai pengalaman baru.(Abdullah Muhammad Ash-Shubi, 2010 : 148)

Tapi yang disayangkan, biasanya perasaan ini disalahgunakan dan tidak pada tempatnya, sehingga hasilnya justru tidak seperti yang diharapkan. Sikap terlalu membebaskan anak justru akan menghancurkan anak itu sendiri. Demikian dengan sikapnya yang suka memudah-mudahkan apa saja yang diminta anak, dengan alasan sangat menyayangi dan mencintai anak. Sikap ini akan memberi kesan, bahwa orang tuanyalah yang membolehkan apa saja yang dia lakukan, tidak ada larangan, dan terserah anak untuk berbuat sesuka hatinya.

Namun hal itu bukan berarti orang tua dituntut untuk melepaskan dan menghilangkan rasa kasih sayang dan cintanya kepada anak, dengan catatan masih dalam batasan yang wajar dan selayaknya. Nabi SAW bersabda dalam haditsnya :

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا، وَيُوَقِّرْ كَبِيرَنَا‏

 “Bukan dari golongan kami orang yang tidak menyayangi anak kecil dan tidak tahu hak orang yang lebih dewasa.”

Dari uraian di atas, dapat dipahami orang tua yang mendidik anaknya dengan pendidikan pola asuh Laisses Fire (Permisif) yang mana orang tua mendidik anak secara bebas akan membahayakan anak. Kebiasaan berbuat sesuka hati tersebut tentu bertentangan dengan hukum dan peraturan yang ada, sehingga anak akan terjerumus melakukan tindakan kriminalitas dan pelanggaran hukum. Karena kebebasan dan kebiasaan berbuat sesuka hati dan melanggar hukum tidak menjadi masalah baginya. Hal ini tentu sangat bertentangan dan akan berdampak negatif pada masa depan anak.

Keluarga merupakan lingkungan kehidupan yang dikenalkan untuk pertama kalinya dan untuk seterusnya anak banyak belajar didalam kehidupan di anggap paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan moral anak. Ketiga pola asuh tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Dengan kata lain, Peranan orang tua dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung ditunjukkan oleh bagaimana cara dan sikap oranag tua dalam mendidik, mendisiplinkan, dan menanamkan nilai moral kepada anak-anaknya. Pengaruh tidak langsung ditunjukkan oleh bagaimana tata cara dan sikap hidup orange tua sehari-hari yang dapat ditiru oleh anak melalui proses belajarnya.

Artikel dirujuk dari buku :

Ash- Shubbi Abdullah Muhammad, Dr, Seni Mendidik dan Mengatasi Masalah Prilaku Anak Secara Islami, Pustaka Al Fadhilah, 2010

Mansyur, M.A, Dr, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.